Cari di Blog Ini :

Jumat, 12 Mei 2017

Membangun Hutan Wisata Kajundara (Bagian Pertama)

Potensi Ekowisata Hutan Alam dan Hutan Ampupu (Eucalyptus sp.), Emas Hijau Yang Belum Dipoles.... 


Sebagai sebuah institusi yang baru dibentuk, KPH Ende disibukan dengan berbagai aktivitas. Dimulai dari pembenahan administrasi umum, surat menyurat, keuangan, kepegawaian, dan juga perencanaan. Dengan personil yang terbatas (31 orang), KPH Ende mencoba eksis dengan segala tugas yang diembannya.

Di sisi perencanaan, tahap pertama yang dilakukan adalah menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) untuk selama 10 tahun (2017-2026). Setelah itu dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek (RPHJp) untuk setiap tahun, sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Nomor : P.7/PHPL/Set/3/2016, tentang Pedoman Penyusunan, Penilaian, Pengesahan dan Pelaporan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.
Proses ini kini sedang berjalan dengan terus dilakukan konsultasi, koreksi, dan perbaikan dari kementerian Kehutanan. Jika telah memenuhi syarat dan disahkan, maka KPH Ende telah memiliki pedoman pelaksanaan kagiatannya selama 10 tahun ke depan dan menjabarkannya dalam rencana tahunan.

Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan

Walaupun sebagian besar areal KPH Ende didominasi oleh hutan Produksi, hal yang menonjol dari laporan RPHJP KPH Ende tersebut adalah perlunya diprioritaskan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan Jasa lingkungan.  Hal ini perlu dilakukan mengingat topografi areal hutannya yang didominasi kelerengan landai hingga sangat curam. Juga pada beberapa kelompok hutan terdapat pemukiman masyarakat yang sebelumnya telah berdiam di dalamnya. 

Didominasi oleh hutan lahan kering sekunder seluas 66,40%, secara umum potensi kawasan hutan KPH Ende seluas ± 57.740 hektar. Luas ini terbagi atas tiga fungsi utama kawasan, yakni :
  • Kawasan hutan yang berfungsi produksi (HP) : seluas 36.004,61 hektar (62,36%);
  • Kawasan hutan yang berfungsi Lindung (HL) seluas 21.112,90 hektar (36,56%); dan
  • Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas 621,16 hektar (1,08%).

Sebagaimana telah amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa "Bumi, Air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakuran rakyat", maka kekayaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari sumberdaya flora, fauna, gejala dan keunikan alam atau keindahan alam yang dimiliki KPHP Ende, merupakan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia khususnya bagi masyarakat Kabupaten Ende. Potensi ini perlu dikembangkan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari. Dengan dibentuknya KPH Ende ini diharapkan agar tata kelola hutan di wilayah ini akan menjadi lebih efektif, mendasarkan pada kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. 

Pemanfaatan potensi sumberdaya alam flora dan fauna serta jasa lingkungannya di kawasan hutan harus mengacu kepada prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari berazaskan kelestarian ekologi, sosial dan ekonomi. Pemanfaatan yang tidak memperhatikan faktor kelestarian fungsi hutan, akan menimbulkan laju deforestasi dan degradasi hutan.

Dalam masa-masa awal kiprahnya ini, KPH Ende mulai mencermati (mengeksplorasi) potensi-potensi hutan yang dimilikinya, terutama potensi hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Kedua potensi ini dilirik karena jika dikelola dengan baik akan relatif cepat memberikan pendapatan bagi masyarakat dan negara.

Potensi hasil hutan bukan kayu yang dimiliki KPH Ende antara lain Bambu (berbagai jenis), Kemiri, Asam, Tali Hutan (Ngidho), Enau, Rotan, Lebah Madu, dan Pewarna alami (Lobha/Symplocos sp., Mengkudu), serta Kayu Manis. Potensi Jasa Lingkungan yang dimiliki antara lain jasa wisata alam berupa keindahan alam Hutan Ampupu (tegakan sejenis), Hutan Alam (hutan campuran-hutan primer), Danau Tiwusora, Embung, dan Air Terjun Kedebodu. Potensi lainnya belum diketahui karena belum dilakukan identifikasi mendalam pada 7 kelompok hutan yang menjadi wilayah pengelolaan KPH ini, yakni kelompok hutan Kemang Boleng (fungsi HP, HL dan CA), Manulela (fungsi HPK), Nuabosi (fungsi HP), Ndona (fungsi HP), Woloria Kelinabe (fungsi HL), Ndotakelikima (fungsi HP, HL, dan CA), dan Nangakeo (fungsi HP dan HL).

Dengan tidak mengesampingkan upaya-upaya konservasi dan rehabilitasi hutan yang ada atau yang telah rusak, dilakukan upaya pengelolaan jasa lingkungan berupa Ekowisata. Disadari potensi ini sudah ada namun belum dipoles dan dikelola dengan intensif. Dengan fokus pengelolaan jasa lingkungan sesuai spot-spot potensi yang ditemukan, maka diharapkan dalam waktu yang tidak lama, potensi ini telah mampu memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat sekitarnya dan negara.

Tegakan Eucayptus sp. (Ampupu) Kajundara

Satu potensi yang belum pernah disentuh dan dikelola adalah tegakan Ampupu (Eucalyptus sp.) yang berlokasi di Kajundara, desa Kebesani (Kecamatan Detukeli). Tegakan ini berada dalam areal kelompok hutan Kemang Boleng (RTK. 122) pada fungsi HL. Luas areal tegakan ampupu ini ± 200 hektar. Tegakan ini merupakan hasil kegiatan reboisasi yang dilakukan para pendahulu kehutanan di tahun 70-an. Diperkirakan sekarang telah berumur 40-an tahun.

Hamparan Hutan Ampupu dan hutan alam 
di Kajundara, Desa Kesani (Kecamatan Detukeli)







Tegakan Hutan Ampupu di Kajundara Desa Kebesani
Menyebar pada ketinggian 1.180 m dpl  hingga 1.380 m dpl, tegakan ini belum pernah dilakukan penjarangan. Hal ini menyebabkan kerapatan pohon yang cukup padat namun dengan diameter batang yang relatif tidak besar (10 - 30 cm), walaupun dalam beberapa lokasi yang sedikit terbuka terlihat besar (di atas 30 cm). Untuk hutan buatan (tegakan sejenis) disamping untuk memperbesar diameter batang, penjarangan perlu dilakukan untuk menghindari proses persaingan yang tidak sehat diantara tanaman yang rapat pertumbuhannya. Tanaman yang rapat, akan terlihat kurus dengan tajuk yang sempit. Jika telah mencapai ketinggian maksimal, maka tanaman sudah tidak tumbuh meninggi lagi. Jika dalam kondisi demikian, maka dengan tajuk yang sempit akan dapat menimbulkan kematian.  

Tegakan Hutan Alam dan Potensi Hidrologi

Keunikan potensi hutan di desa Kebesani adalah adanya hutan alam di sekitar areal tegakan Ampupu. Keduanya berpadu sebagai satu kesatuan bentangan dalam kelompok hutan Kemang Boleng, diapit oleh gunung Keli Ndati di sebelah timurnya dan Keli Lepembusu di sebelah baratnya, serta dusun Wolopaku disebelah selatan dan dusun Nuapu di sebelah utara (Bahasa lokal : Keli = gunung).


Posisi Hutan Ampupu dan Hutan Alam Kajundara Desa Kebesani
dalam peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)

Hutan alam Kajundara, desa Kebesani Kecamatan Detukeli (Ende)

Memasuki wilayah hutan ini, dimulai dari dusun Wolopaku hingga Nuapu, kita akan melihat dengan jelas adanya dua wujud tegakan hutan yang berdampingan meski saling berbeda. Yang satu adalah hutan Ampupu, sedang disebelahnya adalah hutan alam. Tegakan Ampupu berada di tengah-tengah hutan alam Kemang Boleng.

Hutan alam memiliki fungsi yang sangat baik bagi tata air (fungsi hidrologi). Itulah sebabnya mengapa di wilayah ini juga terlihat kali (sungai-sungai kecil), dan bahkan mata air. Potensi sumberdaya air ini memperkaya nuansa Ekowisata wilayah ini. Pada beberapa lokasi tepat dibawah kaki gunung Lepembusu terdapat aliran air di bebatuan dan genangan air, yang mengalir menuju kali. Berdasarkan hasil identifikasi awal, dibawah kaki gunung Kelindati dan gunung Lepembusu ini terdapat kali-kali kecil (bahasa lokal : Lowo = kali/sungai). Di sisi selatan terdapat Lowopauria, Lowomoruniki, Lowofeo dan Lowoloka, sedangkan di sisi utaranya : Lowosura dan Lowokoja. Kali-kali kecil di sisi selatan ini mengalir menuju kali Lowowona (DAS Wolowona). Sedangkan kali kecil disisi utaranya mengalir menuju kali Loworea (DAS Loworea), Maurole (DAS Maurole), dan Ndondo (DAS Ndondo).

Satwa Lokal

Sebagaimana kodratnya, hutan yang lebat, rindang, dan terjaga kelestariannya merupakan habitat yang baik bagi berbagai jenis satwa. Demikian pula dalam bentangan hutan alam dan hutan ampupu Kajundara.

Hasil identifikasi sementara oleh petugas KPH Ende menemukan beberapa jenis burung yang biasa bercengkerama di areal hutan ini. Jenis itu antara lain burung Nuri (beberapa warna), Gerugiwa, dan Lawiluja (Cendrawasih Flores). Keberadaan burung Nuri mendominasi di areal hutan ini. Itulah sebabnya, ketika berada di hutan ini, Anda akan lebih sering mendengarkan suara burung Nuri ini bersahut-sahutan.

Burung Nuri

Burung Gerugiwa (Pachycephala nudigula)

Kicau burung Gerugiwa ini dapat anda dengarkan pada video berikut ini :


Menurut masyarakat setempat, burung Gerugiwa dan Lawiluja mulai jarang terlihat di wilayah ini. Ketika berkunjung ke daerah ini, jika Anda beruntung, maka Anda juga bisa mendengar suara burung Gerugiwa. Burung Gerugiwa memiliki suara yang unik. Ia bisa menghasilkan sampai 17 jenis suara (kicauan). Ini disebabkan kemampuannya untuk menirukan suara burung lain. Ketika mendengar kicauannya, orang akan mengira ada banyak jenis burung bercengkerama di situ, padahal tidak. Hanya satu jenis saja, yakni Gerugiwa.  Unik bukan.....?? Itulah keunikan dan keindahan hutan alam dan hutan Ampupu Kajundara, "Emas Hijau" yang belum dipoles..... (Oleh : YR. Kota)==

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

wisdom for today..

wisdom for today..

Translate