Potensi Ekowisata Hutan Alam dan Hutan Ampupu (Eucalyptus sp.), Emas Hijau Yang Belum Dipoles....
Sebagai sebuah institusi
yang baru dibentuk, KPH Ende disibukan dengan berbagai aktivitas. Dimulai dari
pembenahan administrasi umum, surat menyurat, keuangan, kepegawaian, dan juga
perencanaan. Dengan personil yang terbatas (31 orang), KPH Ende mencoba eksis
dengan segala tugas yang diembannya.
Di sisi perencanaan,
tahap pertama yang dilakukan adalah menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka
Panjang (RPHJP) untuk selama 10 tahun (2017-2026). Setelah itu dilanjutkan
dengan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek (RPHJp) untuk setiap
tahun, sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Nomor : P.7/PHPL/Set/3/2016, tentang Pedoman Penyusunan, Penilaian, Pengesahan dan Pelaporan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.
Proses ini kini sedang berjalan dengan terus dilakukan konsultasi, koreksi,
dan perbaikan dari kementerian Kehutanan. Jika telah memenuhi syarat dan disahkan,
maka KPH Ende telah memiliki pedoman pelaksanaan kagiatannya selama 10 tahun ke
depan dan menjabarkannya dalam rencana tahunan.Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan
Walaupun sebagian besar areal KPH Ende didominasi oleh hutan
Produksi, hal yang menonjol dari laporan RPHJP KPH Ende tersebut adalah
perlunya diprioritaskan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan Jasa
lingkungan. Hal ini perlu dilakukan
mengingat topografi areal hutannya yang didominasi kelerengan landai hingga
sangat curam. Juga pada beberapa kelompok hutan terdapat pemukiman masyarakat
yang sebelumnya telah berdiam di dalamnya.
Didominasi
oleh hutan lahan kering sekunder seluas 66,40%,
secara umum potensi kawasan hutan KPH Ende seluas ± 57.740 hektar. Luas ini terbagi atas tiga fungsi utama kawasan, yakni :
- Kawasan hutan yang berfungsi produksi (HP) : seluas 36.004,61 hektar (62,36%);
- Kawasan hutan yang berfungsi Lindung (HL) seluas 21.112,90 hektar (36,56%); dan
- Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas 621,16 hektar (1,08%).
Sebagaimana telah amanat
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa "Bumi,
Air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakuran rakyat", maka kekayaan
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari sumberdaya flora,
fauna, gejala dan keunikan alam atau keindahan alam yang dimiliki KPHP Ende,
merupakan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia khususnya
bagi masyarakat Kabupaten Ende. Potensi ini perlu dikembangkan dan dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan
aspek perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari. Dengan dibentuknya KPH Ende ini
diharapkan agar
tata kelola hutan di wilayah ini akan menjadi lebih
efektif, mendasarkan pada kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari.
Pemanfaatan potensi sumberdaya alam flora dan fauna serta
jasa lingkungannya di kawasan hutan harus mengacu kepada prinsip-prinsip
pengelolaan hutan lestari berazaskan kelestarian ekologi, sosial dan ekonomi.
Pemanfaatan yang tidak memperhatikan faktor kelestarian fungsi hutan, akan
menimbulkan laju deforestasi dan degradasi hutan.
Dalam masa-masa awal kiprahnya ini, KPH Ende mulai
mencermati (mengeksplorasi) potensi-potensi hutan yang dimilikinya, terutama
potensi hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Kedua potensi ini dilirik
karena jika dikelola dengan baik akan relatif cepat memberikan pendapatan bagi
masyarakat dan negara.
Potensi hasil hutan bukan kayu yang dimiliki KPH Ende antara
lain Bambu (berbagai jenis), Kemiri, Asam, Tali Hutan (Ngidho), Enau, Rotan,
Lebah Madu, dan Pewarna alami (Lobha/Symplocos sp., Mengkudu), serta Kayu Manis.
Potensi Jasa Lingkungan yang dimiliki antara lain jasa wisata alam berupa
keindahan alam Hutan Ampupu (tegakan sejenis), Hutan Alam (hutan campuran-hutan
primer), Danau Tiwusora, Embung, dan Air Terjun Kedebodu. Potensi lainnya belum
diketahui karena belum dilakukan identifikasi mendalam pada 7 kelompok hutan
yang menjadi wilayah pengelolaan KPH ini, yakni kelompok hutan Kemang Boleng
(fungsi HP, HL dan CA), Manulela (fungsi HPK), Nuabosi (fungsi HP), Ndona
(fungsi HP), Woloria Kelinabe (fungsi HL), Ndotakelikima (fungsi HP, HL, dan
CA), dan Nangakeo (fungsi HP dan HL).
Dengan tidak mengesampingkan upaya-upaya konservasi dan
rehabilitasi hutan yang ada atau yang telah rusak, dilakukan upaya pengelolaan
jasa lingkungan berupa Ekowisata. Disadari potensi ini sudah ada namun belum
dipoles dan dikelola dengan intensif. Dengan fokus pengelolaan jasa lingkungan
sesuai spot-spot potensi yang ditemukan, maka diharapkan dalam waktu yang tidak
lama, potensi ini telah mampu memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat
sekitarnya dan negara.
Tegakan Eucayptus sp. (Ampupu) Kajundara
Satu potensi yang belum pernah disentuh dan dikelola adalah
tegakan Ampupu (Eucalyptus sp.) yang
berlokasi di Kajundara, desa Kebesani (Kecamatan Detukeli). Tegakan ini berada
dalam areal kelompok hutan Kemang Boleng (RTK. 122) pada fungsi HL. Luas areal
tegakan ampupu ini ± 200 hektar. Tegakan ini merupakan hasil kegiatan reboisasi
yang dilakukan para pendahulu kehutanan di tahun 70-an. Diperkirakan sekarang telah
berumur 40-an tahun.
Tegakan Hutan Ampupu di Kajundara Desa Kebesani |
Menyebar pada ketinggian 1.180 m dpl hingga 1.380 m dpl, tegakan ini belum pernah
dilakukan penjarangan. Hal ini menyebabkan kerapatan pohon yang cukup padat
namun dengan diameter batang yang relatif tidak besar (10 - 30 cm), walaupun
dalam beberapa lokasi yang sedikit terbuka terlihat besar (di atas 30 cm). Untuk
hutan buatan (tegakan sejenis) disamping untuk memperbesar diameter batang,
penjarangan perlu dilakukan untuk menghindari proses persaingan yang tidak
sehat diantara tanaman yang rapat pertumbuhannya. Tanaman yang rapat, akan
terlihat kurus dengan tajuk yang sempit. Jika telah mencapai ketinggian
maksimal, maka tanaman sudah tidak tumbuh meninggi lagi. Jika dalam kondisi
demikian, maka dengan tajuk yang sempit akan dapat menimbulkan kematian.
Tegakan Hutan Alam dan Potensi Hidrologi
Keunikan potensi hutan
di desa Kebesani adalah adanya hutan alam di sekitar areal tegakan Ampupu.
Keduanya berpadu sebagai satu kesatuan bentangan dalam kelompok hutan Kemang
Boleng, diapit oleh gunung Keli Ndati di sebelah timurnya dan Keli Lepembusu di
sebelah baratnya, serta dusun Wolopaku disebelah selatan dan dusun Nuapu di
sebelah utara (Bahasa lokal : Keli = gunung).
Posisi Hutan Ampupu dan Hutan Alam Kajundara Desa Kebesani dalam peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) |
Memasuki wilayah hutan
ini, dimulai dari dusun Wolopaku hingga Nuapu, kita akan melihat dengan jelas
adanya dua wujud tegakan hutan yang berdampingan meski saling berbeda. Yang
satu adalah hutan Ampupu, sedang disebelahnya adalah hutan alam. Tegakan Ampupu
berada di tengah-tengah hutan alam Kemang Boleng.
Hutan alam memiliki
fungsi yang sangat baik bagi tata air (fungsi hidrologi). Itulah sebabnya
mengapa di wilayah ini juga terlihat kali (sungai-sungai kecil), dan bahkan
mata air. Potensi sumberdaya air ini memperkaya nuansa Ekowisata wilayah ini.
Pada beberapa lokasi tepat dibawah kaki gunung Lepembusu terdapat aliran air di
bebatuan dan genangan air, yang mengalir menuju kali. Berdasarkan hasil
identifikasi awal, dibawah kaki gunung Kelindati dan gunung Lepembusu ini
terdapat kali-kali kecil (bahasa lokal : Lowo = kali/sungai). Di sisi selatan
terdapat Lowopauria, Lowomoruniki, Lowofeo dan Lowoloka, sedangkan di sisi
utaranya : Lowosura dan Lowokoja. Kali-kali kecil di sisi selatan ini mengalir
menuju kali Lowowona (DAS Wolowona). Sedangkan kali kecil disisi utaranya
mengalir menuju kali Loworea (DAS Loworea), Maurole (DAS Maurole), dan Ndondo
(DAS Ndondo).
Satwa Lokal
Sebagaimana kodratnya,
hutan yang lebat, rindang, dan terjaga kelestariannya merupakan habitat yang
baik bagi berbagai jenis satwa. Demikian pula dalam bentangan hutan alam dan
hutan ampupu Kajundara.
Hasil identifikasi
sementara oleh petugas KPH Ende menemukan beberapa jenis burung yang biasa
bercengkerama di areal hutan ini. Jenis itu antara lain burung Nuri (beberapa
warna), Gerugiwa, dan Lawiluja (Cendrawasih Flores). Keberadaan burung Nuri mendominasi di areal
hutan ini. Itulah sebabnya, ketika berada di hutan ini, Anda akan lebih sering
mendengarkan suara burung Nuri ini bersahut-sahutan.
Burung Nuri |
Burung Gerugiwa (Pachycephala nudigula) |
Kicau burung Gerugiwa ini dapat anda dengarkan pada video berikut ini :
Menurut masyarakat setempat, burung Gerugiwa dan Lawiluja mulai jarang terlihat di wilayah ini. Ketika berkunjung ke daerah ini, jika Anda beruntung, maka Anda juga bisa mendengar suara burung Gerugiwa. Burung Gerugiwa memiliki suara yang unik. Ia bisa menghasilkan sampai 17 jenis suara (kicauan). Ini disebabkan kemampuannya untuk menirukan suara burung lain. Ketika mendengar kicauannya, orang akan mengira ada banyak jenis burung bercengkerama di situ, padahal tidak. Hanya satu jenis saja, yakni Gerugiwa. Unik bukan.....?? Itulah keunikan dan keindahan hutan alam dan hutan Ampupu Kajundara, "Emas Hijau" yang belum dipoles..... (Oleh : YR. Kota)==